Jumat, 19 Maret 2010

skandal cinta sang raja

Skandal Cinta Raja Goryeo

SEJAK pertama dirilis di bioskop-bioskop Korea Selatan pada 30 Desember 2008, film "Frozen Flower" sudah menuai kontroversi. Film karya sutradara Yu Ha ini bukan saja dianggap terlalu berani mengungkap aib sejarah masa lalu Korea Selatan dengan menampilkan skandal cinta terlarang berupa hubungan sesama jenis di istana antara Raja Goryeo dan pengawal pribadinya Jenderal Hong Lim. Yang lebih menghebohkan adalah keberanian dua aktor kenamaan Korea, Jo Insung dan Ju Jin-mo, melakukan hubungan seks ala gay dalam satu adegan yang vulgar dan sangat intim.

Memang, adegan selibat panas dan dalam durasi cukup panjang oleh Jo In-sung dengan Ju Jin-mo bisa dipahami sebagai perwujudan totalitas keduanya sebagai aktor profesional. Jo In-sung sendiri - yang di kalangan perfilman Korsel dikenal sebagai kkotminam (pretty-boy) karena wajahnya yang terkesan innocent - mengaku tak ada beban melakukan adegan homoseksual karena menurut dia, pada akhirnya ingatan semua orang lebih kepada film itu sendiri. Akan tetapi, yang menjadi ba-han pertanyaan adalah mengapa film itu diputar setelah "No Regret", " Kings Man" ("King the Clown"), dan "Antique Bakery" yang semuanya mengangkat tema penyimpangan seksual?

Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, "Frozen Flower" yang didasarkan pada kisah nyata dari dinasti Goryeo (918-1392) di Korea, telah menciptakan sejarah baru dalam industri sinema negeri ginseng, yang saat ini menjadi kiblat baru perfilman Asia. Barangkali, sebagai sutradara Yu Ha i-ngin membuktikan bahwa dia tak kalah kelas dengan Ang Lee yang sukses mencetak kehebohan lewat film "Lust Caution" yang penuh dengan adegan kekerasan seksual secara vulgar. Apalagi, Yu Ha tergolong sutradara yang tak nyaman dengan satu genre dan suka dengan tantangan. Bagi dia, film bertema sejarah tidak cukup sekadar mengungkap romantika masa lalu lewat detail adegan perang dan percintaan yang mengharu biru.

Film sejarah tetap saja memberinya ruang untuk mengeksplorasi kisah-kisah kelam yang tercecer atau bahkan sengaja disembunyikan demi kepentingan etika, moral, bahkan politik penguasa atau bangsa. Di sinilah, Yu Ha dengan cerdik mengangkat kisah skandal cinta sesama jenis (homoseksual) dalam kemasan epik sejarah. Tentu saja, ada distorsi sejarah karena terselip unsur fiksi di dalamnya. Tanpa ragu, Yu Ha menyebut "Frozen Flower", film kelimanya yang dibuat dengan biaya 10 juta dolar AS itu, sebagai film yang berkisah tentang hubungan cinta antara lelaki.

Bagi para sineas, kontroversi hanyalah bentuk lain dari kesuksesan. Kontroversi adalah promosi gratis yang kerap mendatangkan keuntungan. Hal itu pula yang terjadi dengan "Frozen Flower" yang sukses memecahkan rekor pencapaian jumlah penonton dalam sejarah perfilman Korea Selatan. Film tersebut ditonton oleh satu juta orang hanya dalam waktu empat hari pemutaran perdananya. Itu adalah rekor baru, sekaligus merevisi rekor sebelumnya yang dicapai film "Tazza The High Rollers" (2006) dan "The Chaser" (2008) yang berhasil menarik lebih dari satu juta penonton dalam lima dan delapan hari pemutaran.

"Frozen Flower" atau dalam bahasa Koreanya "Ssanghwajeom" berkisah tentang selibat, skandal cinta segitiga, dan pengkhianatan yang melibatkan tiga orang penting di Istana Dinasti Goryeo. Tiga orang itu adalah Raja Goryeo (Ju Jin-mo), komandan pasukan khusus Gunryongwi yang bernama Hong Lim (Jo In-sung), dan Sang Ratu yang berasal dari Yuan (Song Ji Hyo). Kisah dan skandal cinta mereka terbungkus oleh kepentingan politik, ambisi, dan kehormatan.Mengambil setting saat Dinasti Goryeo ingin membebaskan diri dari kekuasaan Dinasti Yuan (Cina), film dibuka dengan adegan ketika tiga puluh enam bocah laki-laki berlatih keras ilmu bela diri. Anak-anak berwajah tampanitu adalah anak-anak pilihan yang tersaring lewat seleksi ketat. Mereka digembleng kemahiran bertempur mulai dari main pedang, memanah, mengendarai kuda, hingga telik sandi. Ke-36 anak-anak itu adalah cikal bakal pasukan khusus kerajaan yang diberi nama Gunryongwi. Bersama mereka, sang pangeran juga, turut berlatih.

Rupanya, kebersamaan selama berlatih di pasukan khusus itulah yang meninggalkan kesan mendalam kepada sang pangeran. Ketika mereka dewasa, saat sang pangeran menjadi Raja Goryeo (Ju Jin-mo), Hong Lim menjadi komandan pasukan khusus Gunryongwi. Sebagai raja, Goryeo menyadari dirinya adalah simbol politik dan negara. Ia juga harus memiliki keturunan sebagai penerus kekuasaannya. Persoalannya, sebagai gay, ia tak memiliki hasrat seksual sama sekali kepada sang istri dan hanya fokus kepada panglima Hong Lim, yang merupakan sahabat sejak kanak-kanak dan cinta pertamanya.

Untuk menutupi kelemahannya, raja meminta Hong Lim, yang tak lain adalah kekasih "gelapnya", untuk tidur dengan istrinya. Harapannya hanya satu, agar istrinya punya anak dan menjadi penerusnya kelak, meski secara biologis tak ada hubungan darah dengan dirinya. Hong Lim harus menjalani hubungan suami-istri dengan permaisuri di depan mata sang raja. Dari sinilah, konflik berkembang, berkelin-dan dengan kepentingan politik dan asmara.Hubungan asmara antara Hong Um dan permaisuri yang semula sebatas hubungan yang bersifat teknis dan politis, malah berkembang menjadi hubungan yang lebih serius. Mereka jatuh cinta. Pengkhianatan asmara terhadap raja pun dimulai dan raja yang diliputi rasa cemburu dan amarah akibat pengkhianatan itu tak mau tinggal diam. (Muhtar Tbnu Thalab/"PR")*"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar